1. Konstruksi permanen : biasanya di tempat2 wisata & markas militer , di rancang permanen dengan menggunakan menara / tower sebagai tempat launchingnya .
2. Konstruksi non permanen : biasanya di pakai pada acara outbound/gathering atau bahkan untuk acara ulang tahun. Dirancang dengan menggunakan media yang ada di lokasi yang dipergunakan. Tempat launching-nya biasanya dari pohon atau perbukitan yang tidak terlalu tinggi.
Untuk point 1 dapat dilihat pembahasannya pada tulisan sebelumnya.
Hal - hal penting yang perlu diperhatikan pada permainan flying fox non permanen:
1. Apabila lintasan dibuat dari pohon ke pohon, perhatikan jenis pohon yang dipergunakan untuk tambatan. Pohon dengan diameter lebih besar dan berakar tunggang memilki kekuatan yang cukup baik untuk dipergunakan.
2. Letak pohon yang dipergunakan tidak berada di kemiringan, tepi tebing atau tanah gembur karena rawan tumbang.
3. Diperlukan temberang pada pohon untuk mengurangi goncangan pohon pada saat peluncuran.
4. Ranting / dahan kering yang ada di pohon harus dibersihkan sebelum dipergunakan agar tidak terjadi patahan pada saat peluncuran dan membahayakan orang yang berada dibawahnya. Ini merupakan hal sering dianggap kecil sehingga jarang diperhatikan).
5. Arena dibawah lintasan harus steril dari anak-anak / peserta lainnya untuk menghindari kecelakaan akibat terlilit tali belay.
6. Teknis pemasangan semua peralatan harus tetap ditangan ahlinya, kalaupun harus dibantu oleh beberapa orang pengawasan terakhir harus mereka yang benar-benar ahli.
7. Sebelum dipergunakan oleh peserta harus dilakukan test oleh team ahli, terkait kecepatan luncur, tempat mendarat dan ayunan kalau seandainya terjadi gagal pengereman.
8. Jangan sungkan2 untuk bertanya latar belakang instruktur, karena biasanya pada permainan yang trend sering kali semua orang berlomba2 untuk buat permainan sejenis tanpa pengetahuan rescue yang memadai. Latar belakang militer, SAR, Pramuka, Pecinta Alam dan mereka yang biasa melakukan kegiatan outdoor adalah salah satu syarat untuk membuat ketenangan peserta / orang tua karena secara umum mereka dibekali kemampuan rescue apabila terjadi hal- hal diluar rencana.
9. Cara paling mudah dan tidak membuat mereka tersinggung adalah dengan pura-pura bertanya, "Mas, kalau misalnya terjadi macet di tengah gimana ya?" Apabila mereka bisa menjelaskan langkah yang akan diambil kalau terjadi seperti itu (banyak sekali teknisnya) berarti dia cukup pengalaman. Tetapi kalau dijawab tidak mungkin macet karena alatnya standar dan aman, maka kemungkinan besar belum berpengalaman.
KEAMANAN FLYING FOX DAN INSTALASINYA
Cara Sederhana Melihat Keamanan Wahana Flying Fox
Pertama, untuk sling / lintasan / kawat yang digunakan untuk lintasan :
1. Perhatikan jumlah lintasan yang dipergunakan. Flying fox bisa menggunakan 1 lintasan (dengan persyaratan khusus), 2 atau 3 lintasan pada umumnya.
2. Perhatikan diameter sling baja yang dipergunakan. Sebaiknya lintasan utama (lintasan paling bawah) mempunyai diameter yang lebih besar (10 mm) daripada lintasan pengaman di atasnya karena beban sesunggunyah bertumpu pada lintasan utama.
3. Sling yang kelihatan karatan dan kering adalah bukti jarangnya dilakukan maintenance.
4. Sling dengan bahan Galvanis (dengan ciri - ciri putih mengkilap) mempunyai daya tahan yang lebih baik dari pada sling baja yang mudah berkarat. Bisa juga diganti dengan tali kernmantel static dengan diameter 11 atau 12 mm.
Kedua, tempat peluncuran (launching) :
1. Perhatikan tempat peluncuran (launching), apakah memiliki ruang yang cukup untuk berberapa orang, karena berada di ketinggian akan sangat riskan kalau tempatnya terlalu sempit dan harus disediakan tempat / tambatan yang aman bagi peserta sebelum mulai melakukan flying fox.
2. perhatikan jumlah instruktur yang berada di tempat launching, paling tidak 2 orang, 1 orang membantu peserta pada saat sudah mencapai ujung tangga (dengan belay) dan mengamankan posisi peserta pada saat 1 orang lainnya memasang carabiner pada body connection flying fox.
Ketiga, pengaman peluncur (belay) :
1. Belay adalah teknik membantu mengemudikan, memperlambat gerakan dan mengamankan peserta pada berbagai kegiatan hight rope (kegiatan menggunakan tali di atas ketinggian dan beresiko tinggi), untuk menghindari hal- hal yang tidak diharapkan. Ini dilakukan pada kegiatan-kegiatan panjat tebing, turun tebing / rapling, flying fox dan kegiatan hight risk lainnya.
2. Alat - alat yang dipergunakan untuk belay terutama : tali (kernmantel), figure of eight (cincin 8), carabinner, seat harness bagi belayer dan belayer wajib menggunakan sarung tangan yang terbuat dari kulit.
3. Teknik belay disesuaikan dengan jenis permainan dan tingkat kecepatan luncur peserta apabila kondisi tidak terkontrol. Contoh sederhana di kegiatan flying fox pasti dibawah ada 1 orang yang memegang tali yang terhubung dengan lintasan, sehingga apabila peserta sampai ke titik tersebut akan mulai direm oleh belayer. Sebaiknya ada 2 tali dan di kemudikan 2 orang di kanan dan kiri sling.
4. Jumlah belay sebaiknya 2 orang, satu belay utama dan satu lagi belay cadangan sehingga kalau terjadi belay utama tidak berfungsi optimal (bisa terjadi akibat luncuran yang terlalu laju dan beban peserta yang cukup berat) maka pengereman dilakukan oleh belayer ke dua. Fungsi belay / rem pada permainan flying fox adalah untuk mengurangi kecepatan luncur peserta sehingga bisa mendarat dengan mulus di tempat pendaratan.
5. Perhatikan peluncuran peserta sebelumnya, apabila pendaratan berjalan mulus berarti belayernya berpengalaman, tetapi kalau terjadi beberapa kali kejutan / hentakan berarti belayernya masih terlalu kasar dalam melakukan pengereman.
Keempat, pengamanan lain (tali, harness, dan jaring pengaman) :
1. Beberapa penyelenggara mempergunakan jaring di ujung luncuran (tempat pendaratan), ini merupakan pengaman terakhir bagi peserta agar tidak terjadi benturan pohon atau tiang di ujung luncuran.
2. Beberapa penyelenggara outbound mempergunakan tali webbing sebagai pengganti fullbody harness (biasanya kalau peserta cukup banyak). Apabila mempergunakan webbing pastikan cara mengikat di tubuh (atau sering disebut tali jiwa) adalah benar dan kencang. Cara sederhana untuk mengujinya adalah pasang carabiner pada tali jiwa kemudian angkat peserta / anak kita dan biarkan posisi rileks dengan mengangkat pada carabinernya. Apabila langsung kendor / melorot maka cara pemasangannya belum tepat dan berbahaya untuk flying fox. Sisa webbing / tali jiwa yang sudah dipasang harus diikat di samping badan / belakang supaya tidak menganggu proses peluncuran, Mengikat sisa weebing didepan dan dekat carabiner adalah kesalahan dan pada permainan tertentu (rapling misalnya) bisa mengakibatkan tali terlilit dan sangat berbahaya bagi peserta.
3. Apabila tidak mempergunakan jaring, perhatikan ujung ikatan / tambatan sling pada pohon atau tiang. Jarak aman ujung ikatan minimal 2m dari pohon sehingga kalau terjadi gagal pengereman (brake) maka peserta tidak membentur pohon, tetapi berayun di depan pohon / tiang.
4. Perhatikan jenis carabiner / snaplink yang dipergunakan, sebaiknya dengan screw sebagai pengaman. Carabiner tanpa screw hanya boleh dipergunakan oleh militer, SAR, Pramuka karena membutuhkan kecepatan dalam memasang dan membukanya.
Pada dasarnya permainan flying fox dirancang untuk seaman mungkin bagi peserta. Maka hal yang jauh lebih penting dari semua diatas adalah memohon keselamatan kepada Allah SWT sebagai Sang Pemilik Takdir, dan yang mempunyai kekuasaan untuk menyelamatkan makhluk-Nya yang mau memohon kepada-Nya.
Pertama, untuk sling / lintasan / kawat yang digunakan untuk lintasan :
1. Perhatikan jumlah lintasan yang dipergunakan. Flying fox bisa menggunakan 1 lintasan (dengan persyaratan khusus), 2 atau 3 lintasan pada umumnya.
2. Perhatikan diameter sling baja yang dipergunakan. Sebaiknya lintasan utama (lintasan paling bawah) mempunyai diameter yang lebih besar (10 mm) daripada lintasan pengaman di atasnya karena beban sesunggunyah bertumpu pada lintasan utama.
3. Sling yang kelihatan karatan dan kering adalah bukti jarangnya dilakukan maintenance.
4. Sling dengan bahan Galvanis (dengan ciri - ciri putih mengkilap) mempunyai daya tahan yang lebih baik dari pada sling baja yang mudah berkarat. Bisa juga diganti dengan tali kernmantel static dengan diameter 11 atau 12 mm.
Kedua, tempat peluncuran (launching) :
1. Perhatikan tempat peluncuran (launching), apakah memiliki ruang yang cukup untuk berberapa orang, karena berada di ketinggian akan sangat riskan kalau tempatnya terlalu sempit dan harus disediakan tempat / tambatan yang aman bagi peserta sebelum mulai melakukan flying fox.
2. perhatikan jumlah instruktur yang berada di tempat launching, paling tidak 2 orang, 1 orang membantu peserta pada saat sudah mencapai ujung tangga (dengan belay) dan mengamankan posisi peserta pada saat 1 orang lainnya memasang carabiner pada body connection flying fox.
Ketiga, pengaman peluncur (belay) :
1. Belay adalah teknik membantu mengemudikan, memperlambat gerakan dan mengamankan peserta pada berbagai kegiatan hight rope (kegiatan menggunakan tali di atas ketinggian dan beresiko tinggi), untuk menghindari hal- hal yang tidak diharapkan. Ini dilakukan pada kegiatan-kegiatan panjat tebing, turun tebing / rapling, flying fox dan kegiatan hight risk lainnya.
2. Alat - alat yang dipergunakan untuk belay terutama : tali (kernmantel), figure of eight (cincin 8), carabinner, seat harness bagi belayer dan belayer wajib menggunakan sarung tangan yang terbuat dari kulit.
3. Teknik belay disesuaikan dengan jenis permainan dan tingkat kecepatan luncur peserta apabila kondisi tidak terkontrol. Contoh sederhana di kegiatan flying fox pasti dibawah ada 1 orang yang memegang tali yang terhubung dengan lintasan, sehingga apabila peserta sampai ke titik tersebut akan mulai direm oleh belayer. Sebaiknya ada 2 tali dan di kemudikan 2 orang di kanan dan kiri sling.
4. Jumlah belay sebaiknya 2 orang, satu belay utama dan satu lagi belay cadangan sehingga kalau terjadi belay utama tidak berfungsi optimal (bisa terjadi akibat luncuran yang terlalu laju dan beban peserta yang cukup berat) maka pengereman dilakukan oleh belayer ke dua. Fungsi belay / rem pada permainan flying fox adalah untuk mengurangi kecepatan luncur peserta sehingga bisa mendarat dengan mulus di tempat pendaratan.
5. Perhatikan peluncuran peserta sebelumnya, apabila pendaratan berjalan mulus berarti belayernya berpengalaman, tetapi kalau terjadi beberapa kali kejutan / hentakan berarti belayernya masih terlalu kasar dalam melakukan pengereman.
Keempat, pengamanan lain (tali, harness, dan jaring pengaman) :
1. Beberapa penyelenggara mempergunakan jaring di ujung luncuran (tempat pendaratan), ini merupakan pengaman terakhir bagi peserta agar tidak terjadi benturan pohon atau tiang di ujung luncuran.
2. Beberapa penyelenggara outbound mempergunakan tali webbing sebagai pengganti fullbody harness (biasanya kalau peserta cukup banyak). Apabila mempergunakan webbing pastikan cara mengikat di tubuh (atau sering disebut tali jiwa) adalah benar dan kencang. Cara sederhana untuk mengujinya adalah pasang carabiner pada tali jiwa kemudian angkat peserta / anak kita dan biarkan posisi rileks dengan mengangkat pada carabinernya. Apabila langsung kendor / melorot maka cara pemasangannya belum tepat dan berbahaya untuk flying fox. Sisa webbing / tali jiwa yang sudah dipasang harus diikat di samping badan / belakang supaya tidak menganggu proses peluncuran, Mengikat sisa weebing didepan dan dekat carabiner adalah kesalahan dan pada permainan tertentu (rapling misalnya) bisa mengakibatkan tali terlilit dan sangat berbahaya bagi peserta.
3. Apabila tidak mempergunakan jaring, perhatikan ujung ikatan / tambatan sling pada pohon atau tiang. Jarak aman ujung ikatan minimal 2m dari pohon sehingga kalau terjadi gagal pengereman (brake) maka peserta tidak membentur pohon, tetapi berayun di depan pohon / tiang.
4. Perhatikan jenis carabiner / snaplink yang dipergunakan, sebaiknya dengan screw sebagai pengaman. Carabiner tanpa screw hanya boleh dipergunakan oleh militer, SAR, Pramuka karena membutuhkan kecepatan dalam memasang dan membukanya.
Pada dasarnya permainan flying fox dirancang untuk seaman mungkin bagi peserta. Maka hal yang jauh lebih penting dari semua diatas adalah memohon keselamatan kepada Allah SWT sebagai Sang Pemilik Takdir, dan yang mempunyai kekuasaan untuk menyelamatkan makhluk-Nya yang mau memohon kepada-Nya.